Jumat, 23 November 2007

Doktor Ilmu Kepolisian Pertama di Indonesia

Sabtu, 04 Desember 2004 19:06 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Program Doktoral Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia meluluskan seorang doktor pertama yang mendalami ilmu kepolisian. Jusuf yang menjadi doktor pertama itu, berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan enam orang penguji dan satu orang promotor yang membimbingnya selama disertasi, di program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Sabtu (4/12).Staf ahli Gubernur Lemhanas ini mempertahankan disertasinya yang berjudul 'Reserse dan Penyidikan: Sebuah Studi Tentang Interpretasi dan Implementasi Prosedur Penyidikan Kasus Kriminal'. Dalam disertasinya, Jusuf menyoroti peran reserse sebagai pelaksana fungsi polisi sebagai penegak hukum yang dilindungi oleh Undang-Undang Kepolisian Tahun 2002. "Dalam hal ini, tugas reserse adalah melakukan penyidikan," kata Jusuf. Fungsi penegakan hukum dengan penyidikan ini sangat diwarnai oleh adanya diskresi--kebebasan bertindak atau memutuskan kebijakan diluar kebiasaan dilakukan oleh pejabat berwenang. Diskresi atau kebebasan ini sebetulnya juga dilindungi oleh undang-undang yang sama. Seringkali, kebebasan ini digunakan oleh atasan kepada bawahan sebagai penyidik untuk melakukan intervensi atas sebuah kasus. "Ke depan saya yakin ini harus bisa dihapuskan," ujar Jusuf. Sebab, katanya, peran penyidik lebih penting untuk menjadi otonom dalam melakukan kerjanya. Diskresi, ujarnya, lebih baik dipakai untuk hal-hal yang lebih bersifat pelayanan. Pelayanan sendiri merupakan fungsi lain kepolisian Indonesia yang juga tercantum dalam undang-undang."Intervensi (atasan terhadap bawahan sebagai penyidik) memang masih kita jumpai pada kasus-kasus tertentu," ujar doktor ilmu kepolisian ini. Padahal, katanya, penyidikan bersifat tunggal. "Artinya penyidik punya otonomi. Bahkan menyidik atasannya sekalipun. Misal perwira pertama terhadap jenderalnya," ujar Jusuf. Namun, hal ini sering disimpangkan dengan senioritas yang masih kental di lingkungan kepolisian Indonesia. "Disinilah diskresional muncul," kata Jusuf yang disertasinya dibimbing sosiolog perkotaan Parsudi Suparlan.Masalah kebebasan ini juga mengarah pada adanya kasus-kasus kriminalitas yang belum bisa diselesaikan oleh polisi . "Data kasus kriminal yang belum diselesaikan, apa penyebabnya, bukan lagi rahasia umum," ujar doktor yang juga staf ahli pada Departemen Dalam Negeri ini. Selain itu, ia juga menyoroti penanganan masalah publik yang dihadapi kepolisian dengan kekerasan. Kekerasan ini, ujarnya, terjadi karena penggunaan kewenangan berlebihan oleh polisi. Hal semacam ini, akan selalu disorot publik. Masyarakat akan selalu menuntut polisi bekerja profesional tidak bersifat represif di dalam koridor hukum. Penanganan atas masalah ini, solusi yang diberikan Jusuf adalah agar polisi mau mendengarkan pihak eksternal untuk menuntut penyelidikan atas pelanggaran dan meningkatkan hukuman terhadap polisi yang bertindak brutal. Sidang doktoral ini dihadiri oleh Wakapolri Komisaris Jenderal Adang Dorodjatun, dan Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen Sjafrie Sjamsudin.

http://www.tempointeraktif.com/hg/iptek/2004/12/04/brk,20041204-20,id.html

Tidak ada komentar: